Pages

12 April, 2014

Haruskah beli oleh-oleh?



": People should really stop asking for traktir and oleh2 to those who are celebrating birthday or going on a trip. It's rude"

       Hal yang paling dilematis bagi saya setiap kali pergi plesiran adalah membeli oleh-oleh. Barangkali banyak orang lupa membuat pos anggaran khusus untuk membeli oleh-oleh. Belum lagi kalau harga oleh-oleh di suatu daerah memang mahal dari harga umumnya, seperti di Papua dimana banyak souvenir yang dibuat dari tangan sehingga harganya jauh lebih mahal. Sebut saja noken (tas anyaman) yang berbahan akar pohon dengan ukuran paling kecil dibanderol 100.000 untuk harga paling murah, atau gelang dari akar bahar (tanaman yang tumbuh di dasar laut) yang dijual sekitar 30,000 sampai 50,000. Maka ada banyak hal yang jadi pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli oleh-oleh. 

Siapa yang tidak ingin memborong semua tas lucu-lucu ini?  Tapi masa' iya kita beli semuanya??
Pertama, untuk siapa kita membeli oleh-oleh? Kadang kita harus punya prioritas siapa saja yang sebaiknya kita belikan oleh-oleh, teman satu kantor, teman se-genk, belum tetangga sampai saudara kita sendiri. Ada seorang teman misalnya yang diminta ibunya untuk membelikan oleh-oleh untuk satu rombongan pengajian!  Padahal budget kita terbatas, belum lagi kita harus mempertimbangkan kapasitas bagasi kita. Adalagi teman yang terpaksa harus beli piring dan klompen (sandal teklek asal Belanda) sebagai rikues ibunya. Sebenernya sih nggak masalah selama ada tambahan uang bagasi dan uang buat jasa porter! Pilihan yang sangat menyakitkan bagi saya adalah mau tidak mau harus tega untuk tidak beli oleh-oleh! Ya, tidak setega itu, paling hanya satu-dua barang saja yang dibeli untuk diri sendiri itupun dengan pertimbangan barangnya benar-benar unik, disukai, dan dibutuhkan fungsinya. Dua Ransel, akun traveler kondang itu pernah bilang kalau nggak mungkin souvenir satu pasar kita beli, maka dengan mendokumentasikannya lewat kamera saja sudah bisa jadi oleh-oleh hehe meskipun ada sebagian penjual yang melarang dagangan mereka difoto.

Kedua, jenis barang yang akan dibeli. Tidak memungkiri kalau souvenir yang kita beli juga akan kita gunakan sendiri, nah yang jadi pertimbangan adalah apakah barang tersebut juga kita butuhkan? Misalkan ada tas tenun asal kamboja yang sangat lucu, tetapi di kota asal kita tas macam itu juga diproduksi atau tas semacam itu sudah kamu miliki, lantas masih perlukah untuk membeli? Kecuali memang kamu adalah seorang kolektor yang “militan” untuk mengumpulkan berbagai pernik dari tiap-tiap daerah. 

Ketiga, observasi lokasi belanja. Sudah jadi rahasia umum barang yang dijual di lokasi wisata atau dimana banyak turis pasti harganya jauh lebih mahal. Ya, meskipun pasar semacam itu mudah kita ketahui disbanding pasar local lainnya. Sebenarnya ini hanya untuk menghindari rasa gelo atau kecewa saat menemukan harga barang yang lebih murah dari yang telah kita beli. Misalnya saya pernah beli kopi di pasar Ben Tanh di Ho ci minh city, untuk kopi Arabica dijual 45000 Dong per 100 gr, padahal di pasar lain (lupa namanya) dijual hanya dengan 20,000an Dong per 100 gr. Hampir setengahnya kan! Tetapi memang wajar, karena di Ben Tanh memang di pusat kota dan pusat turis, berbeda dengan tempat lainnya.

Keempat, Going with locals!
Kemana-mana kalo yang nawar barang orang lokal pasti dikasih harga lebih murah dari turis. Hal ini terbukti saat saya dan teman pergi ke nite market di kota Phnom Penh bersama asisten hostel kami yang merupakan penduduk lokal. Dia bahkan menawarkan belanjaan kami, syukurnya dapat diskon. Hari berikutnya saat kami kembali mencari oleh-oleh di Russian Market, kami bertemu lagi dengan penjual yang dagangannya kami beli malam sebelumnya, jadilah kami minta potongan diskon lagi. yay!

Kadang orang lain hanya melihat kalau orang yang jalan-jalan itu duitnya banyak jadi bisa minta oleh-oleh sesukanya kecuali memang ngasih ongkos buat beli barangnya! hahahaha. Padahal ya kita juga harus survive selama di jalan bagaimana menekan biaya makan, cari penginapan murah, dan menghindari biaya transport yang mahal.

No comments:

Post a Comment